Jakarta, 8 Juni 2025 — Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di berbagai daerah di Indonesia kini menghadapi situasi darurat. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menunjukkan bahwa lebih dari 60% dari 514 kabupaten/kota di Indonesia mengalami keterbatasan atau krisis lahan untuk TPA, sementara volume sampah terus meningkat setiap tahunnya.
Bahkan TPA-TPA besar seperti TPA Bantar Gebang (Bekasi), TPA Suwung (Denpasar), dan TPA Benowo (Surabaya) telah melampaui kapasitas operasional mereka. Di Jakarta saja, sekitar 7.700 ton sampah per hari diangkut ke Bantar Gebang, yang diperkirakan hanya mampu beroperasi maksimal hingga tahun 2027 jika tidak ada intervensi signifikan.
Sebagian besar TPA di Indonesia masih menggunakan sistem open dumping, yaitu penimbunan sampah tanpa proses pemrosesan atau pemilahan terlebih dahulu. Sistem ini tidak hanya menyebabkan pencemaran lingkungan, tetapi juga menyumbang emisi gas rumah kaca seperti metana (CH₄) yang berkontribusi besar terhadap krisis iklim.
Menurut data Bank Dunia, sampah organik dan plastik masih mendominasi komposisi sampah di Indonesia, masing-masing sekitar 57% dan 16%, namun hanya 13-15% dari seluruh sampah yang berhasil didaur ulang atau dimanfaatkan kembali. Sisanya masih menumpuk di TPA atau mencemari ekosistem alam seperti sungai dan laut.
Dalam kondisi seperti ini, solusi tidak lagi cukup hanya bergantung pada pembangunan infrastruktur fisik. Transformasi sistemik berbasis digital dan pendekatan ekonomi sirkular bisa menjadi pilihan. Teknologi dapat memecah rantai masalah mulai dari pemilahan, pengumpulan, hingga pemanfaatan kembali sampah secara transparan, efisien, dan terukur.
Salah satu terobosan yang ditawarkan dalam ekosistem ini adalah aplikasi Hijao – platform pengelolaan sampah digital yang terintegrasi mulai dari hulu timbulan sampah.
"Krisis TPA adalah alarm keras bagi kita semua untuk berubah. Melalui teknologi, kami ingin mengubah cara masyarakat melihat sampah — dari beban menjadi value,” jelas M. Zaid Yasyaf, CTO Hijao.
Hijao juga telah bermitra dengan sejumlah komunitas lingkungan di Jakarta dalam program pilot digitalisasi pengangkutan sampah rumah tangga, dengan hasil membanggakan peningkatan dalam tiga bulan pertama.
Pemerintah telah mencanangkan target pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan 70% pada 2025, serta 100% layanan persampahan pada 2030. Namun tanpa dukungan inovasi, kesadaran masyarakat, dan digitalisasi sistem, target tersebut berisiko meleset jauh.
Alih-alih membangun TPA baru yang mahal dan menimbulkan konflik lahan, pemerintah didorong untuk mengintegrasikan sistem digital seperti Hijao dalam rencana pembangunan berkelanjutan.
"Masalah sampah bukan hanya soal angkut dan buang. Ini tentang mengubah sistem, perilaku, dan teknologi secara bersamaan." tutup CTO Hijao ini.
Unduh aplikasi Hijao dan bersiaplah menjadi bagian perubahan menuju Indonesia tanpa krisis sampah.
Ditulis oleh Tim Media Hijao diolah dari berbagai sumber.