Jakarta, 17 Juni 2025 — Di tengah berbagai kampanye lingkungan dan upaya edukasi publik, budaya membuang sampah sembarangan masih mengakar kuat di banyak wilayah Indonesia. Praktik ini tidak hanya mencerminkan rendahnya kesadaran lingkungan, tetapi juga menjadi salah satu penyebab utama pencemaran sungai, saluran air, dan laut, serta meningkatkan risiko banjir dan penyakit.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2024, lebih dari 40% sampah rumah tangga masih dibuang sembarangan ke lingkungan terbuka termasuk ke sungai, lahan kosong, atau dibakar di halaman. Laporan dari Indonesian Plastic Bag Diet Movement juga menyebutkan bahwa sekitar 80% sampah laut di Indonesia berasal dari daratan, sebagian besar akibat pembuangan tidak pada tempatnya.
Ada beberapa penyebab utama budaya buang sampah sembarangan masih bertahan kurangnya akses fasilitas tempat sampah yang memadai dan mudah dijangkau, minimnya edukasi lingkungan, terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, tidak adanya sistem pengelolaan terjadwal, yang membuat masyarakat tidak tahu kapan sampah akan diangkut, dan ditambah persepsi bahwa tanggung jawab sampah adalah urusan pemerintah, bukan individu.
Survei nasional yang dilakukan oleh Katadata Insight Center pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 57% responden masih menganggap membuang sampah di sungai atau lahan kosong bukan tindakan serius selama "tidak terlihat orang lain" atau "tempatnya sudah kotor sejak lama".
Kondisi ini menjadi sinyal bahwa pendekatan konvensional perlu diperbaiki. Solusi digital, seperti yang ditawarkan oleh aplikasi Hijao, hadir untuk menjawab tantangan tersebut dengan cara memberdayakan masyarakat langsung dalam pengelolaan sampah secara bertanggung jawab, praktis, dan berbasis teknologi.
"Hijao tidak hanya mengangkut sampah, tapi juga mengubah perilaku. Lewat pendekatan yang fun, personal, dan digital, kami ingin menjadikan pengelolaan sampah bagian dari gaya hidup,” ujar Hury Owner sekaligus CEO Hijao.
Hijao mampu bekerja sama dengan sekolah, RT/RW, dan bank sampah untuk melakukan pelatihan pemilahan sampah dan penggunaan aplikasi, terutama di wilayah urban dan semi-urban yang rawan pembuangan ilegal.
"Kita tidak bisa hanya menyalahkan masyarakat. Kita harus memberikan sistem yang memudahkan mereka untuk menjadi bertanggung jawab. Hijao adalah alat bantu untuk menjawab tantangan ini secara konkret dan praktis sesuai budaya masyarakat kita,” kata CEO Hijao menambahkan.
CEO Hijao menegaskan bahwa krisis sampah di Indonesia bukan sekadar persoalan teknis, tetapi krisis perilaku yang memerlukan solusi berbasis aksi nyata. Digitalisasi sistem pengangkutan, gerakan berbasis partisipasi, dan kolaborasi antarwarga adalah jalan keluar menuju perubahan.
Unduh dan Satu klik di aplikasi Hijao, satu langkah lebih dekat menuju Indonesia yang bebas sampah. Sampahmu, tanggung jawabmu. Lingkungan, masa depan kita bersama.
Ditulis oleh Tim Media Hijao diolah dari berbagai sumber.